Author Name: GlobalVoices.
(C) GlobalVoices.org
This unaltered story was originally published on GlobalVoices.org.[1]
Republishing Guidelines:
url:https://globalvoices.org/about/global-voices-attribution-policy/
--------------------



Penemuan Penyelamat dari Ancaman Malaria [1]
['Lova Rakotomalala']
Date: 2015-11-02 00:00:00

Menyelamatkan ribuan nyawa tidak harus menghabiskan banyak uang. Dua mahasiswa asal Afrika baru-baru ini menunjukkan bahwa uang 59 sen ternyata mampu menyelamatkan hidup seseorang, dan solusinya terletak pada sesuatu yang sangat sederhana, yaitu sebatang sabun.

Moctar Dembélé, penduduk asli Burkina Faso, dan Gerard Niyondiko, yang lahir di Burundi, merupakan mahasiswa International Institute for Water and Environmental Engineering di Ougadougou, Burkina Faso. Dembélé dan Niyondiko sudah tidak asing lagi terhadap bahaya malaria, yang merupakan penyebab kematian nomor satu di Afrika Sub-Sahara. Setiap tahun di seluruh dunia, sekitar 600.000 orang meninggal akibat malaria—penyakit yang disebabkan oleh parasit yang menyerang manusia lewat gigitan nyamuk yang terinfeksi.Gejala yang ditimbulkan umumnya meliputi demam, kelelahan, muntah, dan sakit kepala.

Untuk membantu melawan penyakit tersebut, Dembélé dan Niyondiko menciptakan sebuah sabun yang terbuat dari tanaman obat lokal dan bahan-bahan alami, seperti Shea butter dan minyak sereh, yang dapat mengusir nyamuk pembawa penyakit.Mereka menyebutnya “sabun Faso”. Konsepnya sangat menarik karena selain mudah dibuat, bahan-bahannya pun bisa diperoleh di sekitar:

Untuk membantu mengembangkan ide tersebut, baru-baru ini Global Social Venture Competition yang diadakan UC Berkeley menghadiahkan $26.500 kepada Dembélé dan Niyondiko.

Penjelasan ilmiah dibalik ide ini pun cukup sederhana, jelas Hugo Jalinière, wartawan di sebuah majalah sains Perancis, Sciences et Avenir:

Menurut WHO, setiap tahunnya terdapat sekitar 200 juta kasus akibat infeksi malaria, yang menyebabkan kematian kira-kira 660.000 jiwa. Belum ditemukan vaksin untuk malaria, namun berbagai pengobatan untuk mengurangi gejalanya sudah tersedia di mana-mana. Langkah-langkah pencegahan sudah banyak dilakukan, tapi belum ada perlindungan penuh dari gigitan nyamuk pembawa parasit dan berbagai zat pengusir nyamuk hanyalah bagian dari langkah pencegahan yang digunakan di daerah.

Para ilmuwan secara ekstensif telah mempelajari berbagai jenis tanaman pengusir nyamuk.Sarah Moore, seorang ilmuwan dari London School of Hygiene and Tropical Medicine, mengatakan bahwa hasil penelitian tentang efisiensi zat-zat pengusir nyamuk tersebut sejauh ini masih belum meyakinkan, meskipun begitu penggunaannya tetap populer karena alasan-alasan berikut:

The field of plant-based repellents is moving forward as consumers demand means of protection from arthropod bites that are safe, pleasant to use and environmentally sustainable. It is also extremely fertile due to wealth of insecticidal compounds found in plants as defences against insects. The modern pyrethroids that are the mainstay of the current malaria elimination program that is making excellent progress are harmless to mammals.

Dembélé dan Niyondiko juga sudah sangat paham dengan berbagai tantangan ekonomi dalam berjuang melawan malaria. Negara asal Niyondiko, Burundi, saat ini tengah berada dalam krisis kemanusiaan yang parah dan menurut Human Development Index PBB Burundi berada dalam peringkat 167 di antara 177 negara lainnya. Burkina Faso baru saja terlepas dari pergolakan politik di negaranya dan kira-kira setengah jumlah populasinya hidup di bawah garis kemiskinan dengan penghasilan kurang dari 1,25 Dollar Amerika per hari .

Segala bentuk pengobatan terhadap malaria di Afrika haruslah mudah dijangkau, mengingat sejarah di wilayah tersebut dan berbagai pergolakan yang tengah berlangsung. Maka dari itu, Dembele dan Niyondiko berusaha membuat sabun Faso dengan biaya yang semurah mungkin.

Terlebih lagi, proyek ini datang di saat yang sangat tepat, dengan adanya pernyataan dari Worldwide Antimalarial Resistance Network yang baru-baru ini memperingatkan agensi-agensi kesehatan bahwa resistansi terhadap obat antimalaria artemisinin sedang meningkat:

As of February 2015, artemisinin resistance has been confirmed in 5 countries [..] In the large majority of sites, patients with artemisinin-resistant parasites still recover after treatment, provided that they are treated with an ACT containing an effective partner drug. However, along the Cambodia-Thailand border, P. falciparum has become resistant to almost all available antimalarial medicines. There is a real risk that multidrug resistance will soon emerge in other parts of the subregion as well.

[END]

(C) GlobalVoices
Licensed under Creative Commons Attribution 3.0 Unported (CC BY 3.0)
[1] Url: https://id.globalvoices.org/2015/11/02/penemuan-penyelamat-dari-ancaman-malaria/

via Magical.Fish Gopher News Feeds:
gopher://magical.fish/1/feeds/news/globalvoices/